Pesawat Garuda Indonesia GA 852 mendarat di Bandara Taoyuan International Airport sekitar jam 6.30 pagi keesokan harinya. Tidak terasa memang, karena kami lebih memilih untuk beristirahat (baca : tidur) di pesawat daripada melanjutkan menonton film-film yang tersaji. Meski tergoda untuk menonton film-film box office, kami pun harus realistis untuk menjaga kondisi tubuh agar fit agar rencana backpacking in Taipei tidak terganggu dengan kondisi tubuh yang letih (meski awalnya sempat nonton Asterix and Obelix di pesawat itu..hehehe..).
Film Asterix and Obelix di Kabin Pesawat |
Memasuki Bandara International Taoyuan, perasaan takjub pun mulai terasa. Peta interaktif 3 Dimensi dalam layar sentuh (touchscreen) tersedia untuk para penumpang yang ingin mencari informasi tentang bandara ini. Dan... sifat iseng Wira pun dimulai di sini... Tanpa bermaksud mencari informasi, Wira mulai memainkan jari-jarinya untuk memutarkan peta di layar sentuh itu sambil tersenyum dan tertawa kecil. Hahaha... Satu hal yang asik adalah selain disajikan dalam bahasa mandarin, layar informasi ini juga disajikan dalam bahasa inggris yang bisa kami mengerti.
Tiba di
Bandara TPE, kami pun dijemput oleh sahabat lama yang pernah berjumpa di
Jambore Asia Pasifik di Philippines. Namanya Kun Fu, atau ditulis di karakter
Cina menjadi 賴昆甫. Kami
pernah ditawari untuk dijemput oleh salah seorang panitia dari National of Head Quarters of Scout of China
(Kwarnas-nya Pramuka China), tapi kemudian kami sampaikan kepada mereka kalau
kami sudah ada guide yang akan
menemani petualangan kami di Taipei. Keputusan ini kami buat karena sudah dari
jauh-jauh hari aku dan Kun Fu berkoordinasi tentang rencana perjalanan kami
selama di Taiwan.
Sedikit perkenalan tentang Kun Fu...
Aku berjumpa pertama kali dengannya di Jambore Asia Pasifik yang aku ikuti di Philippines di Desember 2009 - Januari 2010 yang lalu. Ini dia fotonya ketika perjumpaan kami pertama di Philippines.
Kun Fu di Jambore Asia Pasifik 2009 |
Kun Fu & Kak Fuad di Jambore Asia Pasifik 2009 |
Dan... inilah penampakannya sekarang...
Kun Fu - 賴昆甫 |
Pernah ku
bertanya padanya apa yang telah terjadi pada rambut kribo nya itu.. Sambil
tersenyum dia bercerita kalau dia telah mamangkasnya saat dia mengikuti Wajib
Militer dua tahun lalu. Ternyata, bagi setiap laki-laki Taiwan yang berusia lebih dari 18 tahun memiliki
kewajiban untuk mengikuti Wamil selama 2 tahun. Aku masih belum paham
tentang konsep Wamil di taiwan ini hingga aku membaca tulisan ini : http://hankamindonesia.wordpress.com/2007/11/07/wajib-militer-perlukah-diterapkan-di-indonesia/.
Sebagai penyegaran awal, kami pun mampir di kedai kopi (semacam Starbucks) di Bandara Taoyuan. Cukup payah di awalnya saat kami ingin memesan secangkir hazelnut coffee latte, karena si penjual kopi ini tidak memahami Bahasa Inggris. Tapi beruntung kami ditemani oleh Kun Fu. Sedikit bingung memang, karena bandara ini adalah bandara internasional yang seyogianya semua personil yang ada di dalamnya, cukup familiar dengan Bahasa Inggris.. Upss.. apakah di Bandara Soetta lebih baik? entahlah... Tidak fair kalau membandingkan orang lain dengan diri kita sendiri...hehe...
Sebagai penyegaran awal, kami pun mampir di kedai kopi (semacam Starbucks) di Bandara Taoyuan. Cukup payah di awalnya saat kami ingin memesan secangkir hazelnut coffee latte, karena si penjual kopi ini tidak memahami Bahasa Inggris. Tapi beruntung kami ditemani oleh Kun Fu. Sedikit bingung memang, karena bandara ini adalah bandara internasional yang seyogianya semua personil yang ada di dalamnya, cukup familiar dengan Bahasa Inggris.. Upss.. apakah di Bandara Soetta lebih baik? entahlah... Tidak fair kalau membandingkan orang lain dengan diri kita sendiri...hehe...
Now, we're ready to
start our new adventure... Backpacking in Taipei!!!
Selepas
ngopi dan menikmati roti untuk sarapan pagi itu, kami lantas menuju ke lantai 1
tempat dimana orang-orang bisa menumpang bis umum menuju Kota Taipei. Perlu
diketahui, bandara internasional Taoyuan (Kode : TPE) tidak terletak di Kota
Taipei (Ibukota Taiwan), tapi lebih tepatnya di Kota Taoyuan. Analoginya
mungkin ini antara Kota Jakarta dan Tangerang ya?Di lantai 1
kami langsung menuju counter penjualan tiket bis dan langsung membeli tiket bis
Ubus nomor 705 dengan tempat tujuan Taoyuan HR Station seharga NT$30 (RP9.750).
Woww!!!
Awalnya ku pikir agak merepotkan kalau turun naik kendaraan dengan membawa semua barang yang ada. Tapi ternyata keraguan itu terjawab saat kami memasuki bis yang sangat nyaman ini. Dalamnya sangat mirip dengan bis feeder yang ada di Bandara Soetta yang kadang digunakan untuk mengantarkan penumpang ke pesawat yang diparkir di lain tempat itu. Ada space yang cukup besar untuk menaruh tas/koper yang besar. Dan benar adanya... Mister-mister bule ternyata menumpang bis yang sama dengan kami. Koper yang mereka bawa pun jauh lebih besar. hahaha...
Hanya 25 menit kemudian kami tiba di
HSR Taoyuan Station, Kun Fu lantas mengantrikan tiket THSR (Taiwan High Speed
Rail, kereta cepat Taipei) untuk menuju ke Taipei Main Station. Duduk di dalam
THSR mungkin sama dengan Kereta Argo Gede (Jakarta - Bandung), bedanya kereta
ini dioperasikan dengan kecepatan 300 km/jam. Inilah penampakan dari THSR
itu... Hanya diperlukan waktu 20 menit untuk mencapai Taipei Main Station yang berjarak sekitar 37 km dari HSR Taoyuan Station.
Tiket THSR ke Taipei |
Tiba di Taipei Main Station, kami pun harus manyambung lagi dengan Mass Rapid Transit (MRT) Taipei. Dan inilah saat-saat menikmati moda transportasi darat milik orang di luar negeri. Kadang di dalam hati aku ngiri dengan transportasi umum yang mereka miliki, dan bertanya dalam hati : kapan ya Jakarta punya transportasi umum seperti ini?
Eiya, untuk bisa naik MRT, kita bisa menggunakan token (tiket plastik berbentuk koin) atau menggunakan Easy Card. Awalnya kami menggunakan token itu untuk pergi ke Taipei City Hall. Setelah berdiskusi, kami putuskan untuk membeli Easy Card juga akhirnya. Kartu ini bisa digunakan kemanapun rute MRT yang ada di Taiwan. Harganya NT$200 (Rp65.000) yang berisi saldo sebesar NT$100 dan deposit sebesar NT$100. Deposit ini bisa diambil kembali di petugas MRT apabila kita tidak ingin membawa kartu itu sebagai koleksi. Hmmm... Rp32.500 untuk sebuah kartu? Cukup pantas lah kalau kita ingin sebuah kenang-kenangan dari negeri ini..
Tidak memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai hotel tempat kami menginap. Meski awalnya kami berencana untuk bermalam di rumah Kun Fu, tapi setelah mempertimbangkan jarak dan efektivitas dalam mobilisasi dalam backpacking ini, akhirnya kami putuskan untuk mengambil penginapan di tengah kota Taipei. Dengan harga yang paling murah (prinsip dasar yang harus dimiliki oleh seorang backpacker), sangat sepadan dengan jarak yang sangat dekat dengan ikon Kota Taipei ini : Taipei 101 !!!
Gedung TAIPEI 101 |
(bersambung)
Berkenalan dengan Kun Fu : http://www.facebook.com/profile.php?id=100000653074134&viewer_id=100002070066539
Sangat menginspirasi. Tetap Memandu!!
BalasHapusCool !! mulai menjalani menjadi penulis di yudhadyaksa@blogspot.com
BalasHapus