Minggu, 01 Desember 2013

MUSIKAL ANAK LANGIT BABAK I - SCENE 4 : MAMA FERDINAN YANG HEBAT

Kehadiran Kak Satya memberikan warna baru bagi kehidupan anak-anak jalanan di sekolah papan Ibu Fatimah. Kumpulan pohon bambu di samping sekolah papan Ibu Fatimah kini tinggal setengahnya. Setengahnya lagi telah habis kami potong untuk dijadikan tongkat regu dan tongkat bendera semaphore.

Kami tak peduli dengan lomba yang rencananya akan dilaksanakan 3 bulan lagi. Kak Satya telah membawa kehidupan anak-anak ini lebih ceria dengan berbagai permainan ala Pramuka yang ia berikan. Tidak hanya itu, pelajaran-pelajaran lain di dunia kepramukaan juga membuat kami lebih jauh cinta lagi kepada pergerakan ini.

Namun kami belum memilliki seragam Pramuka.... 
Bukan seragam mahal seperti anak-anak orang kaya di SMP bermenara itu. Seragam bekas dari orang lain pun belum sepenuhnya bisa kami kumpulkan.

Hanya sebuah kacu dan pita merah putih ada di leher kami. Itu pun karena sumbangan dari Pak Haji Satibi yang toko seragamnya di Pasar Rumput hampir ludes terbakar minggu lalu. Kacu dan pita merah putih itu pun beliau berikan setelah diketahui terdapat bekas terbakar di sedikit ujungnya.

Hmmmm... mungkin itulah hikmah di balik musibah ini.. Upsss.. Astagfirulahal'azhim....


Manggarai di waktu sore...

Ferdinand pulang ke rumah setelah latihan baris berbaris dari siang tadi. Hahaha... masih terbayang rasanya melihat wajah anak-anak orang kaya di SMP bermenara itu. Cengang di wajah mereka saat melihat gerakan PBB kami begitu indah dan kompak. Ditambah suara Fauzan yang tegas dan lantang, membuat latihan PBB kami tadi siang menjadi layaknya latihan baris berbarisnya tentara Indonesia. Hmmmm... nampaknya Kak Satya berhasil melatih vokalnya Fauzan hingga bisa begitu lantang terdengar.

Kembali kepada Ferdinand...

Sebagai anak yatim, Ferdinand praktis mengalami kesulitan dobel saat menjalani kehidupannya. Ayahnya meninggal saat Ferdi berusia 8 tahun. 

Ketika itu beliau sedang berjualan gorengan di pinggir jalan dan kemudian kena razia petugas ketertiban kota. Malam harinya, Papa Ferdi pulang dengan beberapa memar di bagian dadanya.

Setelah mengalami muntah darah beberapa hari, akhirnya beliau meninggalkan anak dan istrinya tanpa warisan yang berharga kecuali gerobak gorengan yang tiba-tiba dikembalikan oleh para petugas ketertiban kota itu, saat Papa Ferdi selesai dikebumikan.


Tapi Ferdi beruntung punya ibu pejuang sejati. Kami memanggilnya mama....

Setiap pagi dan sore, mama berangkat dari rumah untuk berjualan kue keliling di sekitar perkampungan Manggarai dan proyek pembangunan jembatan itu. Meski berjualan keliling, mama tidak menghendaki anaknya, Ferdi, untuk ikut-ikutan cari nafkah. "Tugasmu belajar, nak. Biarlah mama yang mencari nafkah... Tanganmu terlalu kecill untuk mengerjakan ini semua..", begitu pesan mama kepada Ferdi setiap kali ia meminta izin untuk mengasong di lampu merah pasar rumput.


Sore itu....

"Ma... Mama. Ferdi pulang ma.. Mama dimana"

"Di sini nak... Ada apa?"

"Lihat ma, sekarang aku wakil pemimpin regu, dan Fauzan Pinrunya"




"Wah anak mama hebat ya... Selamat ya nak.."

"Dan tadi siang kami berlatih baris berbaris bersama Kak Satya. Mama tau? Wajah anak-anak kaya itu hanya bisa terbengong melihat kekompakan kami", kata Ferdi dengan bangganya.

Mama hanya membalas dengan senyuman.
"Tetaplah giat berlatih, anakku. Jangan lantas berpuas diri yah... Apalagi sampai sombong", kata mama mengecup kepala Ferdi dan kemudian bergegas masuk ke dapur lagi.

"Mama mau jualan lagi?", kata Ferdi

"Iyalah nak.. Mau makan apa kita kalau kita tidak punya uang?", kata mama sambil merapikan barang-barang di atas tetampah itu.

"Aku ikut ya ma?"

"Hmmm... Sudah berapa kali mama bilang? "Tugasmu belajar, nak. Biarlah mama yang mencari nafkah... Tanganmu terlalu kecill untuk mengerjakan ini semua.."

"Tapi ma......."

"Sudah, sekarang Ferdi mandi dan kemudian siap-siap belajar ya..."


Ferdi hanya tertunduk membisu. Ada setitik air mata di ujung matanya...


Jangan lagi pergi
Hari ini mama
Temani diriku, temani tidurku
Sekali ini

Untuk apa mama
Kau sibuk bekerja
Tanpa kena lelah, kau lakukan semua
Siang dan malam

Katakan mama
Sejuta duka yang tak terucapkan
Katakan mama
Apa yang kau ingin aku lakukan

Ingin ku membantu mama
Menyemir pun mau
Sambil kumenjual koran
Sepulang sekolah


(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar