Ibu Fatimah mengajarku banyak hal
tentang kehidupan yang keras di ibu kota ini...
Dan pagi itu.........
Dan pagi itu.........
"Fatiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiihhhhhhhhhhhhhh......
Fahmiiiiii............ Farhaaaannnn... Jangan main di jalan!!!
Berbahaya...."
"Iya
bundaaaaa.... Sebentar lagi yaaaa.. Satu gol lagi deh..."
"Ayo,
cepetaaaaannnnn !!!!!"
"Iya bundaaaaa......"
Tiga orang murid Ibu Fatimah bermain bola di taman depan sekolah papan
kami. Taman itu satu-satunya tempat kami bermain. Tak pernah kami membayangkan
kalau sekolah ini akan memiliki halaman luas apalagi parkiran mobil seperti
yang dimiliki oleh sekolah mewah yang menaranya terlihat jelas dari taman
tempat kami berdiri ini. Kami menyebutnya “Sekolah dengan Menara Keangkuhan”...
Alhamdulillah, hari ini Ibu Fatimah tidak semurka hari-hari sebelumnya apabila beliau menemukan kami bermain sepak bola di jalanan.
Alhamdulillah, hari ini Ibu Fatimah tidak semurka hari-hari sebelumnya apabila beliau menemukan kami bermain sepak bola di jalanan.
"Anak-anak
ayo cepat, kita masuk kelas... Ada yang ingin Ibu kenalkan ke kalian",
panggil Ibu Fatimah kepada kami sekali lagi.
Eh,
kelas? yang mana??? Just a little bit
confuse.. Sedikit membingungkan.
Ah...
rupanya "kelas" yang Ibu Fatimah maksudkan adalah ruangan bekas
gudang sekolah negeri yang beliau sulap dengan se buah meja dan bangku bekas
sebagai tempanya. Walhasil, kami pun harus duduk lesehan di kelas itu agar kami
tetap bisa belajar. Hehehe....
"Nah
anak-anak, Ibu mau memperkenalkan kalian pada seseorang. Ini namanya Kak Satya Wibawa.
Kalian boleh memanggilnya Kak Satya", kata Ibu Fatimah yang di sampingnya
ada seorang laki-laki yang kira-kira berusia 18 tahun itu.
"Mulai
hari ini, setiap hari Sabtu Kak Satya akan membantu Ibu dan Bapak untuk melatih
kalian keterampilan Pramuka. Kalian tau kenapa? Karena 3 bulan lagi kita akan
menghadapi Lomba Regu Prestasi", tambah Pak Zaenuddin yang berdiri di
samping Ibu Fatimah.
"Ha?
Pramuka?? Lomba???????? Aduuuuuuhhhhhhh", Faiz pun langsung bereaksi menepuk
jidatnya mendengar kabar dari Pak Zaenuddin ini.
"Ibunda,
bukankah Pramuka hanya untuk anak-anak orang kaya?", timpal Fatiyah
"Benar
Ibunda.. Lihatlah sekolah mewah itu. Mereka selalu bisa pergi ke luar negeri
dengan seragam Pramuka yang mereka banggakan. Licin dan selalu rapi, serta
banyak tanda-tanda yang menempel di atas seragamnya.", tambah Ferdinand.
"Adik-adik, menjadi seorang Pramuka tidak mesti dilihat dari adanya tidaknya, bagus jeleknya, maupun licin leceknya Seragam Pramuka. Tapi dengan adanya seragam Pramuka, semua anak-anak Indonesia akan menjadi sama. Satu tujuan dan cita-cita demi negara kita tercinta", jelas Kak Satya kepada kami semua.
"Itu
benar anak-anak... Dan mulai hari ini, Ibu namakan Pramuka kita ini dengan nama
DHA-NA-PA-LA", kata Ibu Fatimah.
DHANAPALA????
Serentak anak-anak memecah keheningan itu.
“DHANAPALA?
Apalagi itu???”, Faiz menambah kebingungannya.
"Tapi
Kak Satya, kami tidak punya apa-apa untuk berlatih Pramuka...", kata Zahra
dengan nada memelas.
"Hahaha...
Pramuka itu hidup dan berlatih di alam terbuka. Semua peralatan untuk kalian
berlatih bisa di peroleh di alam juga...", jelas Kak Satya kemudian.
“Nah sekarang ayo satu per satu
kenalkan nama kalian...”, pinta Ibu Fatimah kepada anak-anak
“Aku Fauzan kak”, kata Fauzan
yang mengawali perkenalan itu.
“Aku Fatih”, kata sang Ketua Kelas.
“Saya Fahmi kak”, tambah Fahmi yang pengamen itu.
“Fadli hadir !”, kata Fadli yang
sehari-hari berjualan es di stasiun Manggarai.
“Fauziah yang paling cantik....”
“huuuuuuuu....”, sorak anak-anak
yang mem-bully Fauziah. Yah...inilah
Fauziah, adik kandung Fauzan yang memang manja tapi cengeng dan jahil. Abangnya
pun selalu membelanya. Karena itulah, statusnya sebagai adiknya Fauzan itu kadang
ia gunakan untuk semena-mena kepada murid-murid Ibu Fatimah.
“Farah kak”, tambah Farah
“Ferdinan selalu di hati kak...”,
kata Ferdinan, satu-satunya anak jalanan murid Ibu Fatimah yang tidak pernah turun ke jalan.
Bukan karena malas atau malu, tetapi mamanya akan marah besar kalau tahu anak
kesayangannya ini mengasong di jalanan.
“Faiz hadir kak!”. Faiz adalah
anak paling jahil dan suka mengganggu teman-temannya, terutama Fauziah. Dia
senang sekali menjahili Fauziah, yang kadang dibuat menangis karenanya.
Walhasil, Fauzan kadang suka bersitegang dengan sahabatnya ini.
“Fatiyah di sini...”, lanjut
Fatiyah, murid Ibu Fatimah yang paling jago menari tradisional Jakarta.
“Aku zahra...”, kata Zahra, si
anak pemalu yang sering Farhan goda dengan kegantengannya yang nanggung itu.
“dan aku.. Namaku farhan
wiratama. Kata ayahku, kelak nanti aku akan menjadi perwira utama”
“huuuuuuuuuuuuu......”, serentak anak-anak
lainnya menyoraki Farhan, murid Ibu Fatimah yang paling jago semua olah raga. Mulai
dari sepak bola, kasti, renang dan sebagainya. Hahaha...tumbuh besar di Kali Manggarai
ternyata ada manfaatnya buat Farhan.
"Wah
ibunda... Kalau begitu, boleh ya kami pakai pohon bambu di samping sekolah
untuk dijadikan tongkat Pramuka?", pinta Fahmi
"Tentu
boleh... Ibu sudah minta izin ke Pak Zaenuddin kok...", tambah Ibu
Fatimah.
"Horeeeeeeeee!!!!!
Sekarang kita bisa latihan Pramuka seperti anak-anak di sekolah mahal
tu...", celoteh Farhan.
"Tentu
dik... Kalian tidak hanya memiliki alam, tapi kalian juga memiliki cinta dan
kasih sayang seorang Pak Zaenuddin, Ibu Fatimah, dan pastinya sahabat-sahabat
sejati kalian...", jelas Kak Satya sebagai motivasi.
Subhanallah..... Kalimat dahsyat dari seseorang yang baru kami kenal, namun sangat mengena dan menyentuh hati ini. Baru saja ku tersadar, bahwa aku tak sendiri dalam meniti di bumi ini...
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar